Sejatinya tujuan kurikulum merdeka ialah memberikan keleluasaan kepada pendidik untuk menciptakan pembelajaran berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan dan lingkungan belajar peserta didik. Namun yang terjadi saat ini kurikulum merdeka itu tidak berpengaruh apapun dalam kemajuan bidang pendidikan. Mengapa demikian? Karena secara realitanya di bawah akar rumput guru akan mengajar dengan cara yang sama, dengan praktek yang sama, dengan model yang sama, dan itu juga disuruh oleh kepala sekolah yang sama.
Misalkan ketika ada IHT (In House Training) Kurikulum Merdeka tahun 2022 guru-guru mengadakan pelatihan kurikulum merdeka, ada yang mengikuti pelatihan sehari, ada yang 3 hari, bahkan ada yang seminggu dan sebagainya, semuanya tidak belajar kurikulum merdeka, akan tetapi semuanya belajar tentang bagaimana cara bikin administrasi mengajar, dan itulah yang disuruh dan dikerjakan dalam pelatihan.
Kompetensi guru satu satunya adalah copas administrasi mengajar, dan tidak ada yang lain. Sebenarnya kompetensi guru itu ada 4 kompetensi, yaitu kompetensi pedagogi, kompetensi sosial, kompetensi pribadi dan kompetensi professional. Dari keempat kompetensi tersebut semuanya sebenarnya tidak akan diteliti, tidak akan dilihat, dan tidak akan disupervisi oleh kepala sekolah sejauh yang saya tau ketika saya menjadi guru selama 1.5 tahun, jika ada yang kurang sependapat dengan saya silahkan berdiskusi di kolom komentar.
Sepengalaman saya menjadi guru, justru yang diperiksa itu administrasi mengajarnya, bukan kompetensi yang dimiliki guru (4 kompetensi). Ketika saya mengikuti pelatihan IHT kurikulum merdeka, yang dipelajari itu bukan kurikulum merdekanya, melainkan administrasi mengajarnya. Rpp diganti modul ajar, silabus diganti menjadi ini, dan sebagainya serta istilah-istilah teknisi lainnya. Jadi guru dalam hal itu menjadi menjadi TU (Tata Usaha). Secara tidak langsung kompetensi guru adalah kompetensi TU dan menjadi tidak nyambung.
Nah, karena tidak nyambung itu maka kalau kita sebagai guru memenuhi standar atau kompetensi guru kita tidak bisa berbuat apa-apa karena standar dan kompetensi selalu diukur dan dinilai dan disetorkan itu adalah administrasi mengajar. Ya, seperti yang kita ketahui administrasi mengajar itu membutuhkan 2 rim kertas dalam waktu 1 tahun mengajar. Misalkan guru untuk memenuhi administrasi mengajar yang 2 rim itu selama setaun guru harus meninggalkan kelas demi memenuhi administrasi mengajar tersebut.
Saya mengambil contoh nyata di salah satu sekolah negeri, ada satu guru terbaik yang saya ketahui. Diangkat sama kepala sekolah, diberi penghargaan sebagai guru berprestasi padahal faktanya dia tidak pernah masuk kelas sama sekali. Kenapa seperti itu? Kenapa dia bisa disebut sebagai guru terbaik? Karena dia memenuhi administrasinya dengan lengkap, kenapa bisa seperti itu? Karena dia meninggalkan kelasnya dengan cara mengasih tugas selalu demi menyelesaikan administrasi tersebut. Setelah itu disetorkan kepada kepala sekolah, dan kepala sekolah tidak melihat apapun, kalau administrasinya sudah selesai, dan bisa ditampilkan di dinas pendidikan maka itu menjadi guru terbaik, di Indonesia seperti itu masalahnya secara umum, meskipun tidak semua.
Lantas, bagaimana semestinya guru itu mengimplementasikan kurikulum merdeka dengan benar?
Kembali lagi kepada diri kita sebagai seorang guru serta peran penting kepala sekolah akan kesadaran penerapan kurikulum merdeka dengan benar, bukan mementingkan administrasinya namun kecakapan kompetensi guru yang harus benar-benar diasah dan dievaluasi kepala sekolah. Dengan demikian, guru akan menjadi lebih terampil serta mengembangkan skillnya tanpa terbebani oleh administrasi mengajar. Guru semestinya tidak fokus terhadap administrasi mengajar, namun fokus mengembangkan 4 kompetensi guru dalam rangka mengimplementasikan kurikulum merdeka di dalam pembelajaran yang tepat.
Ditulis oleh Aji Arif, S.Pd, mahasiswa PPG Prajabatan Universitas Islam Malang (UNISMA), email: ajiarif88@gmail.com, kontak: 08557685350
0 Komentar