Setiap tanggal 22 Oktober, Indonesia memperingati Hari Santri Nasional, yang ditetapkan berdasarkan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945. Sejarah peristiwa penting ini tidak terlepas dari momen-momen heroik perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dari ancaman penjajah setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Setelah proklamasi, kabar kemerdekaan segera menyebar ke seluruh penjuru Jawa, termasuk Surabaya. Semangat revolusi bangkit di kalangan rakyat, yang tanpa komando mengambil alih berbagai kantor dan instalasi dari penguasaan Jepang. Salah satu insiden penting terjadi pada 31 Agustus 1945, ketika pihak Belanda meminta agar bendera Triwarna dikibarkan di Surabaya untuk merayakan hari kelahiran Ratu Wilhelmina, namun permintaan tersebut ditolak dan memicu serangkaian ketegangan.
Pada 17 September 1945, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), mengeluarkan Fatwa Jihad. Fatwa ini menyatakan bahwa mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah sebuah jihad fi sabilillah, yang wajib dilakukan oleh umat Islam. Fatwa ini dikeluarkan sebagai tanggapan atas pertanyaan Presiden Soekarno yang meminta panduan hukum tentang mempertahankan kemerdekaan.
Pada 19 September 1945, terjadi pertempuran di Hotel Oranje, Surabaya, antara pasukan Belanda dan pejuang Hizbullah Surabaya. Salah satu momen heroik yang diingat adalah ketika seorang pemuda Ansor bernama Cak Asy'ari memanjat tiang bendera dan merobek bagian biru dari bendera Belanda, meninggalkan bendera Merah Putih yang berkibar dengan gagah.
Dalam menghadapi ancaman dari pasukan sekutu, pemerintah pusat membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945. Para pemuda dari berbagai kelompok pejuang, termasuk Hizbullah dan Barisan Pelopor, segera bergabung dengan TKR.
Puncak peristiwa terjadi pada 21-22 Oktober 1945, ketika PBNU mengadakan pertemuan darurat di Surabaya. Pertemuan ini dihadiri oleh para ulama dan tokoh-tokoh perwakilan NU dari seluruh Jawa dan Madura. Setelah membahas situasi yang kian memanas, pada 22 Oktober 1945, PBNU mengeluarkan Resolusi Jihad yang memperkuat Fatwa Jihad dari KH Hasyim Asy’ari. Resolusi ini menjadi seruan untuk umat Islam agar berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia, bahkan dengan mengorbankan nyawa.
Semangat Resolusi Jihad ini memicu perlawanan besar-besaran terhadap pasukan sekutu yang dipimpin Inggris. Pada 30 Oktober 1945, pertempuran memuncak ketika Brigadir Jenderal Mallaby, komandan pasukan Inggris, tewas dalam insiden di Surabaya. Situasi semakin memanas, dan pada 31 Oktober, Inggris mengeluarkan ultimatum yang mengancam akan membumihanguskan Surabaya jika para pejuang tidak menyerah.
Menanggapi ultimatum ini, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari memimpin Laskar Hizbullah untuk bersiap mempertahankan kota. Ia memberikan instruksi kepada KH Abbas Buntet dari Cirebon untuk memimpin pertempuran, dibantu oleh tokoh-tokoh pejuang seperti Bung Tomo, KH Wahab Hasbullah, dan lainnya. Pada 9 November 1945, Bung Tomo melalui siaran radio membakar semangat para pejuang dengan pekik takbir dan tekad untuk syahid di jalan Allah.
Pada 10 November 1945, pecahlah pertempuran besar yang dikenal sebagai Pertempuran Surabaya, di mana ribuan pejuang gugur sebagai syuhada. Pertempuran ini menandai salah satu babak paling heroik dalam sejarah perjuangan Indonesia dan menjadi landasan ditetapkannya Hari Pahlawan.
Hari Santri Nasional yang kita peringati setiap 22 Oktober adalah pengingat bagi kita semua tentang peran santri dan ulama dalam sejarah perjuangan bangsa. Semangat jihad dalam mempertahankan kemerdekaan yang dikobarkan oleh Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari dan para ulama NU menjadi warisan yang tak ternilai bagi bangsa Indonesia.
Selamat Hari Santri Nasional 2024, semoga semangat perjuangan, keikhlasan, dan kecintaan para santri kepada tanah air terus menginspirasi generasi bangsa!
Blitar, 22 Oktober 2024. Ribuan Nahdliyin Kota Blitar mengikuti upacara peringatan Hari Santri Nasional 2024 di kantor Walikota Blitar. Berikut dokumentasi yang berhasil dihimpun.
0 Komentar