Mengenal Syaikh Maulana Malik Ibrahim, Sunan Gresik: Ulama Perintis Islam di Jawa


 Pada tanggal 25 Desember 2024, saya bersama keluarga berkesempatan mengunjungi makam Sunan Gresik, seorang wali senior dalam Wali Songo yang dikenal sebagai pelopor dakwah Islam di Jawa. Maulana Malik Ibrahim, atau Sunan Gresik, adalah sosok berpengaruh yang tak hanya menyebarkan agama Islam tetapi juga membawa perubahan sosial melalui metode pendidikan dan perdagangan.

Sunan Gresik, yang juga dikenal dengan nama Maulana Maghribi, berasal dari Kashan, sebuah daerah di Persia (sekarang Iran), sebagaimana tercantum pada prasasti makamnya. Dalam beberapa catatan sejarah, seperti buku History of Java, Maulana Malik Ibrahim disebut sebagai seorang pandhita terkenal dari Arabia yang memiliki garis keturunan dari Jenal Abidin. Bahkan, ia disebut sebagai sepupu Raja Chermen dari Leran, yang datang ke Jawa bersama komunitas Muslim lainnya.

Menurut Atlas Wali Songo karya Agus Sunyoto, Maulana Malik Ibrahim tiba di Jawa pada tahun 1371 M bersama saudaranya. Mereka berlabuh di Gerwarasi (Gresik) dan langsung menghadap Raja Majapahit, Prabu Brawijaya. Sang raja menerima kedatangan mereka dengan baik dan memberikan izin untuk menyebarkan ajaran Islam.

 

Maulana Malik Ibrahim memulai dakwahnya di Desa Sembalo, tidak jauh dari Desa Leran. Kawasan ini berdekatan dengan Kompleks Makam Fatimah binti Maimun, salah satu makam Islam tertua di Indonesia. Dalam proses Islamisasi, Maulana Malik Ibrahim menggunakan dua pendekatan utama:

  1. Dakwah Melalui Perdagangan
    Sunan Gresik memanfaatkan jalur perdagangan sebagai sarana dakwah. Ia mendirikan masjid pertama di Desa Pasucinan Manyar dan memulai perdagangan di pelabuhan Rumo, tempat bermukimnya orang-orang Rum. Melalui interaksi dengan masyarakat, ia memperkenalkan ajaran Islam secara perlahan dan tidak mencolok, sehingga mudah diterima oleh masyarakat yang kala itu mayoritas memeluk Hindu dan Buddha.

Kepiawaian Maulana Malik Ibrahim dalam berdagang dan berinteraksi dengan masyarakat membuat Raja Majapahit mengangkatnya menjadi Syahbandar, atau kepala pelabuhan. Posisi ini memberinya akses luas untuk menyebarkan Islam di wilayah kekuasaan Majapahit.

  1. Dakwah Melalui Pendidikan Pesantren
    Metode pendidikan pesantren menjadi salah satu warisan penting Sunan Gresik. Ia mendirikan pesantren di Desa Gapura, Gresik, untuk mendidik kader pemimpin Islam. Sistem pendidikan ini terinspirasi dari pola asrama yang digunakan oleh biksu dan pendeta, yang kemudian diadaptasi untuk mengajarkan nilai-nilai Islam.

Pesantren ini menjadi pusat pembelajaran agama sekaligus tempat mencetak generasi yang mampu menyebarkan Islam ke pelosok Nusantara. Langkah ini sangat relevan mengingat Kerajaan Majapahit saat itu mengalami kemunduran akibat perang saudara, sehingga dakwah melalui pendidikan menjadi lebih efektif.

Sunan Gresik wafat pada tahun 882 Hijriah atau 1419 Masehi dan dimakamkan di Kampung Gapura, Gresik. Makamnya kini menjadi salah satu situs ziarah penting bagi umat Islam di Indonesia.

Sebagai wali yang pertama kali memperkenalkan Islam di Jawa, Maulana Malik Ibrahim meninggalkan jejak yang mendalam. Metode dakwahnya yang inovatif, melalui perdagangan dan pendidikan, menjadi fondasi bagi keberhasilan Wali Songo lainnya dalam menyebarkan Islam di Nusantara.

Kunjungan kami ke makam Sunan Gresik menjadi momen refleksi mendalam atas perjuangan seorang ulama besar yang membawa cahaya Islam ke tanah Jawa. Warisan beliau menginspirasi untuk terus menjaga semangat dakwah dan pendidikan dalam kehidupan sehari-hari.

Sumber: Detik.com































0 Komentar